Melanjutkan perjalanan
di Kawah Ijen, kedua kaki ini kembali melangkah menuju kota –yang berapa
kalipun disinggahi tidak pernah tidak buat rindu- Yogyakarta. Alunan derak roda
kereta yang bergesekan dengan rel menjadi pengantar tidur 3 orang wanita yang
kelelahan setelah diburu waktu. Perjalanan dari Banyuwangi menuju Yogyakarta
membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 12 jam. Perjalanan yang lebih banyak
dihabiskan dengan tidur dan memperbaiki posisi itu akhirnya selesai juga saat
suara perempuan khas di kereta menyuarakan kami telah tiba di stasiun
Yogyakarta hampir tengah malam.
Kami sudah dinanti
ternyata oleh 3 orang lelaki tampan *cie gitu mesti dipuji mereka kalo ga
ngambek*. Langsung menuju tempat beristirahat untuk bersiap-siap kali menuju
ketinggian.
Gunung Merbabu
Merbabu :3 |
Setelah merenggangkan
pinggang yang sulit dilakukan dalam kereta, kami langsung bergerak untuk
mencari logistik selama perjalanan naik gunung. Persiapan selesai. Dan
perjalanan di mulai. Kami sudah memesan homestay
dan sekaligus antar-jemput untuk perjalanan dari Yogyakarta menuju Merbabu.
Jalur yang kami pilih yakni Selo di Kabupaten Boyolali.
Hujan deras mengguyur
Yogyakarta saat Pak Yanto menjemput kami. Di sepanjang jalan tanah basah dan
hijaunya sawah yang terkena tetes hujan membuat kami sedikit khawatir. Semoga
saja besok saat memulai pendakian cuaca cerah. Mendekati kaki gunung, udara
dingin mulai menerpa muka saya yang saat itu duduk di pinggir jendela. Hujan
sudah tinggal rintik-rintik. Di luar sana samar-samar terlihat megahnya gunung
yang menjadi tujuan kami.
Tiba di rumah Pak Yanto
yang tidak lain adalah homestay kami,
udara benar-benar dingin. Bahkan untuk mengganti pakaian pun malas rasanya.
Kami bergegas tidur agar bisa memulai pendakian keesokan harinya.
Pagi hari saya sempat
berjalan jalan menikmati indahnya pagi hari. Tidak jauh dari rumah Pak Yanto
berdiri megah Gunung Merapi yang sedang ditutup karena “batuk” beberapa waktu
yang lalu. Setelah seluruh tim bangun, kami segera bersiap. Kami juga sudah
menyewa beberapa perlengkapan untuk mendaki.
65 Liter full wkwkwk |
Ciwi-ciwikuuu |
Pantesan kami gak jumpa
tuh plang dengan tulisan “JALUR PENDAKIAN SELO” yang sering difoto orang-orang,
karena itu jalur Selo lama. Pendakian kami mulai di jam 9 pagi dimulai dari
pintu rimba. Awalnya kami hanya berempat, namun 2 orang lagi bisa menyusul
sebelum kami sampai di Pos 1.
POS
1
Pos 1 |
Menuju pos 1 hujan
mulai mengiringi langkah kaki kami. Kami tiba di Pos 1 – sekian ribu MDPL (ga
keliatan tuh di plangnya huhuu) pukul 11 siang. Beristirahat sejenak kami
segera melanjutkan perjalanan.
POS
2 – 2100MDPL (maaf kalau salah yaaaa)
Pos 2 |
Tepat tengah hari kami
tiba di Pos 2 dan memutuskan untuk makan siang sejenak sebelum melanjutkan
perjalanan. Karena sudah sepakat akan camping di Sabana 1, kami segera
melanjutkan perjalanan.
POS
3 – 2593 MDPL
Abis ini dibantai habis-habisan sama jalur wkwk |
Perjalanan dari Pos 2
menuju Pos 3 mulai menguras tenaga karena tanjakan yang tiada habisnya.
Menempuh sekitar 2 jam, tepat pukul 14.30 kami berenam tiba di Pos 3. Dan Pos 3
ini adalah titik pertemuan jalur Selo lama dan baru. Di depan mata sudah
terpampang jalur yang (RASANYA PENGEN NANGIS AJA LIATNYA ALIAS TINGGI DAN LICIN
BANGET). Jadi kami beristirahat sejenak di tempat ini.
#salamselfie ditengah kabut |
Foto di sini kudu gantian karena nungguin kabut ilang :)) |
SABANA
1 (POS 4) – 2770 MDPL
Cuma di sini kami ga ada foto-foto karena pas sampe uda diterjang badai |
Track yang dilewati
dari Pos 3 bener-bener buat ampun! Hujan membuat tanah menjadi licin. Jalan
sedikit tergelincir. Belum lagi menopang beban tas. Tolong-menolong juga
diperlukan di track ini karena ada satu tali yang dipakai untuk bertumpu
masing-masing anggota tim.
Gila ga tuh tracknya :( |
Tenaga mulai terkuras habis. Langit di atas sana
semakin gelap. Walau terseok-seok akhirnya pada pukul 16.15 kami sampai di
Sabana 1 dan langsung disambut angin kencang dan hujan lebat. Kami segera
mendirikan tenda dan memasak makan malam. Setelah berdiskusi dan
mempertimbangkan situasi hujan lebat dan badai kami memutuskan untuk turun
keesokan harinya setelah summit. Kami beristirahat ditemani deru angin kencang
di luar tenda.
SABANA
2 (POS 5) – 2858 MDPL
Sabana 2 |
Keesokan harinya kami
bangun namun langit masih saja abu-abu. Setelah menimbang-nimbang apakah tetap
akan summit, yahh sayang yah rasanya kalau sudah sampai sejauh ini namun tidak
menjejakkan kaki di puncak. Akhirnya kami semua berangkat menuju puncak. Pos 5
adalah pos terakhir sebelum menuju puncak. Kami tiba di Pos 5 sekitar pukul 10
dan dengan ketinggian 2858 MDPL Merbabu benar-benar menyuguhkan pemandangan
yang memabukkan. INDAH BANGET! Hamparan hijau sabana memanjakan mata setiap
kami yang melihatnya. Beruntung banget datang di saat seluruh Merbabu penuh
dengan warna hijau (yah walau ini waktu-waktunya badai).
Cakep banget kan? |
Kalau ga demam mau joget-joget di sini |
PUNCAK
MERBABU – 3142 MDPL
Jalur semakin menanjak
naik menuju ke puncak. Rumput dan tumbuhan juga semakin sedikit mendekati batas
vegetasi. Ada rasa khawatir sebenarnya melihat langit yang tidak juga terlihat
cerah. Beberapa kali terbayang kesusahan yang saya alami saat di Kerinci. Namun
melihat keyakinan semua teman-teman, okelah Merbabu, kami datang.
Dan tepat pukul
setengah 12 siang pada tanggal 7 Maret 2020. Saya, Amelia, menginjakkan kaki
perdana di puncak gunung di Jawa, Gunung Merbabu.
♥♥♥ |
AAAAAAKKKK
BAHAGIAAAAAAAAAAAAAAA!
Walau langitnya kelabu.
Dan pemandangan indah yang digadang-gadang dapat dilihat dari ketinggian 3142
MDPL tersebut sama sekali tidak bisa dilihat, saya bahagia kok. Kami juga tidak
bisa berlama lama di puncak karena badai mulai datang. Daripada terjebak di
tengah badai kami segera memutuskan turun. Selama perjalanan turun badai
semakin menderu-deru. Sungguh. Badai yang selama ini hanya bisa saya lihat di
postingan instagram pendakian gunung, bisa bersentuhan langsung dan membuat
merinding. Alam memang penguasa sebenarnya dan kita manusia bukan apa-apa di
hadapannya.
Setibanya di Pos 4,
kami segera bersiap. Mengepak seluruh barang-barang dan langsung turun saat itu
juga. Kami sudah memperkirakan kami pasti akan sampai di malam hari. Namun mengingat
logistik dan kondisi mau tidak mau kami memang harus turun.
Babak belur di jalur turun |
Naik sulit. Turun jauh
lebih sulit.
Berkali kali salah satu
dari kami terpelosok jatuh. Entah karena semakin gelap atau memang kami satu
persatu mulai kelelahan. Bayangkan saja perjalanan naik dari pintu rimba ke Pos
4 kami membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam. Saat turun kami hanya memakan waktu 6
jam.
ENAM JAM.
Kalau diingat-ingat gak
ngerti lagi gimana kencangnya kami saat turun. HUAHAHA :))
Kami tiba kembali di pintu
rimba sekitar pukul 7 malam dengan kondisi benar-benar kehabisan tenaga. Salah
satu dari kami memutuskan untuk memanggil ojek agar semuanya bisa kembali ke
basecamp tanpa harus berjalan.
***
Saya mendaki Gunung
Merbabu tepat di Maret tahun lalu. Maret tahun 2019. Maret tahun ini ternyata
bumi sedang tidak baik-baik saja. Saya dan seluruh manusia di bumi dipaksa
untuk tidak ke mana-mana. Mungkin karena rumah adalah sebenar-benarnya tempat
pulang. Tidak apa-apa, saat ini yang dapat kita lakukan sebagai manusia adalah
berdoa agar wabah yang mendunia ini cepat berlalu.
Amin, paling serius.
Bonus: