Kadang di atas kadang di bawah.
Kadang berhasil kadang gagal.
Dan inilah cerita kegagalan gue yang sakittttt banget pokoknya huhuu :(
Kawah Ijen |
HUHU :((
Yodahhh daripada banyak drama, dengarkanlah kisahkuuuu~
Surabaya mengantarkan kami bertiga ke Stasiun Gubeng di sela-sela
hujan panasnya. Dengan carrier di punggung kami bertiga sudah terlihat seperti
wanita tangguh. Ada raut wajah gembira, bahagia, dan penasaran tentang
perjalanan yang selanjutkan akan kami laksanakan. Pada tiket yang kami pegang
tertera jam keberangkatan yang sebentar lagi tiba. Belum-belum udah haru aja
dong ninggalin Surabaya.
Siap melangkahkan kaki lagi |
"Gue bakal balik lagi, janji" bisik gue pada Surabaya.
Kereta tiba dan kami segera naik untuk mencari nomor kursi di mana
kami akan menghabiskan kurang lebih enam jam perjalanan. Di kursi masing-masing kami langsung mencari
posisi paling weenakkkkkk agar bisa tidur. Karena jadwal perjalanan yang padat,
kami benar-benar harus memanfaatkan waktu istirahat sebaik-baiknya. Kereta pun
melaju pelan menuju kota Banyuwangi.
Tidur sis? Huahah |
Enam jam berlalu begitu saja. Tibalah kami di Stasiun Karang Asem.
Buat gue pribadi, ada rasa haru sih. Kota yang selama ini hanya santer
terdengar dan dilihat melalui buku IPS di jaman sekolah, kini dapat dijejaki
secara nyata. :”)
Stasiun Karangasem, Banyuwangi |
Pasti udah pada nebak dong yah mau ngapain ke Banyuwangi.
YAK BENAR!
Kami akan melihat salah satu keajaiban dunia, BLUE FIRE di atas Kawah
Ijen WO-HOOOO!!
Kami sudah memesan home stay yang kami temukan di instagram. Walau
hanya beberapa jam perlu banget buat kami merenggangkan pinggang setelah
berjam-jam di kereta. Homestay dan guide trip yang kami pesan ternyata
berlokasi tepat di depan Stasiun Karang Asem. Hanya perlu berjalan sekitar lima
menit saja. Kami langsung diarahkan menuju homestay. Beruntungnya hanya kami
yang menyewa kamar pada hari itu, jadi full dapet serumah. Rejeki anak baik.
Homestay Rumah Singgal Banyuwangi |
Saat di homestay kami berkenalan dengan 2 perempuan dari Jogjakarta
yang ternyata juga akan naik ke Ijen. Namun mereka tidak menyewa trip melainkan
menyewa motor biar bisa lebih puas eksplore. Oh iya ada satu juga anak
laki-laki yang berkenalan dengan kami. Dia solo traveler. Inilah kenapa
traveling itu menyenangkan. Kita akan banyak menjumpai orang-orang baru dari
berbagai daerah. Nambah teman dan nambah pengalaman.
Namun sesuai dengan bulan-bulan transisi musim, Banyuwangi mulai
diserbu hujan deras. Kami mulai berpandangan dengan harap cemas. Apa bisa kami
naik ke atas dengan cuaca yang baik? Semoga saja. Kami akan dijemput oleh mobil
trip pukul setengah 1 malam. Jadi kami punya waktu kurang lebih 3 jam untuk
berbenah dan bersiap. Hujan di luar sudah mulai berubah menjadi rintik-rintik
saja.
Menilai cuaca yang dingin, kami juga mempersiapkan baju dan jaket
tebal. Setengah 1 tepat kami dijemput sebuah minibus. Di dalamnya ternyata ada
beberapa orang yang juga ikut trip ini. Jadi makin ramai deh perjalanan ini.
Sebelum naik ke Kawah Ijen |
Perjalanan ke kaki Kawah Ijen ternyata memakan waktu hampir 1 jam
perjalanan. Udara dingin mulai masuk di sela-sela jendela. Cuaca belum
menunjukkan tanda-tanda cerah, duh! Sesampainya di kaki Kawah Ijen, kami
mendapat beberapa peralatan “perang” untuk naik ke atas, seperti: masker khusus
untuk menahan bau belerang, snack dan air mineral. Jam setengah 2 perjalanan
kami dimulai.
Medan yang licin, hujan yang tidak berhenti turun, kami berjalan dalam
gelap. Langkah kaki kami pelan sekali. Selain karena satu tim yang berjalan
semuanya perempuan, berjalan di tengah udara malam lumayan menghabiskan
oksigen.
Ada kejadian agak mengesalkan nih selama perjalanan menuju ke atas.
Hujan gak berenti turun walau Cuma gerimis tapi kan lumayan buat kepala dan
baju basah. 20 menit berjalan melihat hujan tak kunjung reda, kami berinisiatif
untuk memakai jas hujan. Namun guide kami pada saat itu mengatakan tidak perlu
karena hujan sebentar lagi reda. Makin lama berjalan hujan gak juga reda, kami
menawarkan untuk memakai jas hujan kembali. Namun lagi-lagi dia mengatakan
tidak perlu, yowiss manut wae.
Kurang lebih 1 jam berjalan kami sampai seperti di warung/ pos mungkin
yah untuk beristirahat sejenak. Dengan kondisi badan yang sudah basah kami
melihat semua orang memakai jas hujan. Lalu kami memutuskan PAKE AJALAH UDAH
JAS UJANNYA DARIPADA MAKIN PARAH! Guidenya Cuma cengar cengir doang pas liat
kami pake jas ujan, gue jorokin juga lu ke kawah!
Pakai jas hujan juga akhirnya |
Kami yang awalnya bertiga ditambah 2 perempuan lagi menjadi satu tim
perjalanan, namun di tengah perjalanan salah satu dari mereka tidak kuat
melanjutkan perjalanan. Alhasil dia menyewa ojek online yang ada di sana.
Ah iya yang menarik dari Kawah Ijen ada “ojek online” dong. Gak
bener-bener online. Namun cara kerjanya mirip. Warga sekitar menyediakan
semacam gerobak yang bisa dinaiki dan ditaring oleh 3 orang. Karena menggunakan
tenaga manual itulah mengapa harga “ojek online” menjadi sedikit lebih mahal.
Kira-kira begini nih penampakan "ojek online" Ijen Sumber : sini |
Pukul setengah lima kami sampai tepat di bibir kawah. Di bawah sana
banyak sekali lampu senter yang saling menyinari, mereka adalah orang-orang
yang turun untuk melihat langsung “api biru”. Kami bertanya pada guide mengapa
tidak turun ke bawah sana. Namun dia menjawab, blue fire tidak keluar karena
hujan, apalagi ke bawah sana jauh akan buang waktu, dia berjanji membawa kami
ke tempat yang bagus di atas sana.
KESEL DONG KITA!
Jauh-jauh ke sini kan mau lihat fenomena api biru itu. Udah jauh,
basah-basahan, capek, kedinginan terus kita ga dapet apa yang mau dilihat tuh
rasanya kaya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. SAKIT KAK :((
Melihat kami yang kesal guide tercinta itu sempat mencoba melucu yang
menurut gue ga lucu. Dia mengambil salah satu batu dan membakarnya. “NIH LIHAT
API BIRU” Udah liat ini aja. Pengen gue bakar rasanya
*emosi
Pagi semakin dingin, mungkin akibat baju yang basah, gue semakin
mengigil. Kalau ga gerak bisa bisa kena hipotermia nih. Segera kami mengajak
guide itu untuk membuktikan janjinya akan membawa kami ke tempat yang bagus.
Yah minimal kekecewaan tidak bisa melihat api biru secara langsung sedikit
terobati. Menjelang jam 6 pagi, hujan perlahan berhenti, dan kami tiba tepat di
bibir Kawah Ijen. Matahari perlahan-lahan muncul walau tersembunyi di balik
awan mendung. Dan terlihatlah pemandangan yang membuat mata terpukau.
Ijen di pagi yang sendu |
KAWAH IJEN CANTIK BANGET YA TUHAN!
Inget banget hari ini Senin pagi tanggal 4 Maret 2019. Kapan lagi hari
Senin jadi seindah dan semenyenagkan ini. BAHAGIA :3
Yang paling depan guide kami yang ngeselin tapi baik sih huahah |
Semakin siang kami puas mengambil foto di setiap sudut Kawah Ijen.
Pengennya sih yah lama-lama di sini, namun karena bau belerang yang mulai naik
dan mengingat jadwal kereta selanjutnya, kami harus memaksa hati ini untuk
meninggalkan tempat secantik Ijen.
Walau perjalanan ini dimulai dengan banyak keselnya. Banyak betenya
apalagi sampai tidak sempat melihat api biru, gue tetap bahagia dan bersyukur
punya kesempatan melihat indahnya Kawah Ijen. Mungkin harus balik lagi ke sini
buat si api biru, gimana? Balik jangan?
Waktu turun, udah ga berbentuk lagi muka dan rambut :)) |
Estimasi perjalanan:
-
Tiket kereta api:
Stasiun Gubeng –
Stasiun Karang Asem = Rp 88.000
-
Trip & Homestay = Rp 200.000
Instagram
: @rumahsinggahbwi
Include
: Transportasi, uang masuk, lokal guide, masker, senter, air mineral dan jas
hujan
Artinya amel memang harus balik lagi, mana tau ketemu yang dicari blue fire... btw itulah perjalanan ya..udah bela belain menggapainya eeeh yang dicari gak ada, bisa kok aku rasakan yang kamu rasakan mel ...
BalasHapusWah asik banget ke ijen, sayang di musim yang gak tepat ya. Next harus ke ijijen lagi, pas lagi musim kemarau yah
BalasHapuscakeppp ~
BalasHapusKetika membaca kata api biru, saya malah ingatnya api di kompor gas hihihi. Itu guide kayaknya minta dijitak. Etapi, jangan ding. Baik juga kan guidenya :D
BalasHapuskebayang itu dinginnya, yahhh blue firenya jdi ga ada gegara hujan ya, wah kecewa bgt yaa, next mba ke sana lagi hehe
BalasHapusWah pengen ke sana juga euy..tapi..kuat gak ya aku nanjaknya? Hehe...
BalasHapusAku udah bayangin ojeg beneran sambil mikir emang bisa motor naik gunung gitu, ternyata gerobak ya hihihi. Agak tega gak tega ya naiknya kasihan yang narik.
BalasHapusBalik lagi lah ke sana siapa tau next tri bisa lihat api biru. KOk aku jadi penasaran juga ya, ajak aku lah mau banget :) kuat kok naik2 gitu beneran hihihi
Aku kalau naik gerobak gitu kayanya mending jalan deh. Agak serem kan medannya kalau pakai gituan. Walaupun gagal lihat ble firenya, tapi namanya piknik dan lihat kawah itu bisa seru juga
BalasHapusMasya Allah indah banget ya kawah ijen, aku belum eprnah kesana. Btw itu abangnya keren banget ya bisa bawa gerobak kesana ga kebayang gimana sulitnya si abang.
BalasHapusPerjalanan yang menyenangkan bersama sahabat ke Kawah Ijen ya mbak. Pemandangannya keren banget dan memukau. Semoga ada kesempatan bisa berpetualang kemari mbak.
BalasHapusOh...jadi Blue Fire itu gak selalu ada yaa...?
BalasHapusBukan api abadi?
Apa karena hujan, jadi gak bisa lihat Blue Fire?
Aku belum pernah ke sini padahal sudah lama pengen banget ih... Mudah2 an ada takdirnya bisa ke sini. Selalu penuh harap hehe...
BalasHapusSeru nih perjalanannya, ya walau gak bisa liat api birunya. Tapi bisa menikmati kawah ijen aja itu udah bikin hepi lo. Soalnya pemandangannya indah banget yaa.
BalasHapusAku 2 kali ke Kawah Ijen tapi gak pernah turun liat blue fire. Gak kuat adek, bang. Hahahaha.. 2017 masih biru bgt api nya. Mgkn baiknya liat blue fire pas musim panas.
BalasHapusIni salah satu bucket list yg aku blm kesampaian juga :D. Pengen bangettttt dari dulu. Sayangnya pas klrpad trip kliling Jawa sebelum pandemi, Banyuwangi ga masuk destinasi. Makanya memang harus kesana lagi.
BalasHapusSayang ga bisa liat api birunya ya mba. Berarti kalo kesana sebaiknya jangan pas musim hujan yaaa . Noted lah, JD aku bisa arrange waktunya ga saat musim hujan