Bulan
tampak malu-malu sembunyi di balik gumpalan awan menghiasi langit malam yang
gelap. Namun pintu masuk kampus Universal yang terletak di daerah Sungai Panas
berbanding terbalik dengan langit malam itu. Lampu-lampu ruangan kelas
terpancar terang, parkiran terlihat ramai, dan mahasiswa hilir mudik masuk ke
dalam bangunan yang terletak tepat di belakang Vihara Maitreya tersebut.
Gue
mulai menapaki anak tangga yang ada dalam gedung untuk menuju ke lantai 5
tempat pagelaran seni tari akan di laksanakan. Hari ini sejarah seni di kota
indsutri ini digoreskan. Akan lahir tiga wanita cantik bergelar sarjana seni
tari pertama di Batam, Kepulauan Riau. Bahkan mungkin tidak banyak yang tahu
bahwa Batam sudah memiliki kampus dengan program studi seni tari dan seni
musik.
Kampus Universal |
Sebagaimana
ujian akhir calon sarjana dilaksanakan pada umumnya, akan ada pengujian atas
kompetensi mahasiswa yang telah menempuh bangku perkuliahan selama 4 tahun
terakhir. Dan khusus untuk seni tari, tidak cukup dengan menyusun skripsi,
mereka juga diwajibkan untuk menampilkan pertunjukan sesuai dengan tarian yang
mereka ciptakan sendiri.
Tamu
mulai ramai berdatangan. Sebelum masuk ke dalam ruangan seluruh undangan
diharuskan untuk registrasi dan mengisi buku tamu terlebih dahulu. Undangan
akan diarahkan untuk menempati tempat yang telah disediakan. Untuk bisa
menyaksikan pagelaran tari ini, gue sebagai kalangan umum cukup membayar Rp
10.000 saja.
Auditorium Kampus Universal Sumber: http://uvers.ac.id/in/ |
Ini
kali ke dua gue masuk ke dalam Auditorium di Kampus Universal ini. Namun masih
aja gak bisa berhenti terkagum-kagum. Siapa sangka dalam kampus ada ruangan
sekeren dan sekece ini. Menjelang pertunjukan, di layar besar yang ada di
bagian depan ruangan menayangkan proses latihan yang dilaksanakan oleh para
penari yang akan tampil pada malam hari ini. Baru trailer tapi udah bergidik
euy liatnya. MAKIN GA SABARRRRR!
Tema
yang diusung pada pagelaran tari kali ini ialah “Bentang Rasa : Perempuan Dalam
Cerita”. Tema ini diangkat karena ketiga penata tari semuanya ada perempuan.
Sambutan manis MC membuka pertunjukan tari ini dan dimulailah pertunjukan
pertama.
PITUNANG
GASIANG
Karena
gue lahir di Solok – Sumatera Barat, gue tidak asing dengan pitunang
gasiang. Konon katanya pitunang gasiang atau yang dikenal
dengan gasing tengkorak adalah ilmu hitam yang berasal dari daerah Sumatera
Barat. Dan inilah tema yang diangkat oleh Ayu Nirawati.
Pitunang Gasiang merupakan ilmu terakhir atau ilmu pengikat
dari Gasiang Tangkurak yang dikirimkan seorang dukun kepada wanita yang dituju.
Apabila si wanita terkena ilmu pitunang maka dia akan mengalami sakit yang
sangat parah.
Di patang kamih malam jumahai hati manjadi galap, suram, dan
mencekam menghampiri bathin yang tak berdaya. Sakit, jatuh bangun, hilang
ingatan seakan menjadi satu di dalam jiwa. Sirompak datang basamo si rajo
angina mambisikkan kato-kato “indak kayu janjang dikapiang, indak rotan aka pun
jadi”.
Gasiang diputa dan dilapeh manjampuik jiwa nan sadang
tanang, datang menemui orang mengkehendaki.
Begitulah
sinopsis yang dibacakan oleh MC. Pertunjukan dibuka dengan seorang dukun yang
berjalan dari ujung panggung ke ujung lainnya sambil membawa kemenyan dan
melantunkan alunan pitunang gasiang. Suasana horor dan mencekam mulai
menyelimuti ruangan. Satu per satu penari hilir mudik bergantian.
Menceritakan seorang wanita yang awalnya baik-baik saja namun berujung sakit
sesakit-sakitnya karena terkena pitunang gasiang. Pertunjukan
pertama ini ditutup dengan jeritan dari sang perempuan. Gue ampe gak bisa
berkata-kata. SUMPAH KEREN BANGET KAKKKKK!!!
SUMPAH
SRI LAKANG
Karya tari ini mengangkat mitos yang muncul dan berkembang
di Kuala Maras Kepulaun Anambas.
Kisah tragis tentang sosok wanita cantik rupawan.
Sri Lakang.
Bersumpah atas nasib tak berkepihakan dirinya.
“Engkau berdusta”
“Engkau mendurhake”
“Maka setiap butir pasir akan berubah menjadi merah”
Demikianlah
pembuka cerita pertunjukan ke dua. Seluruh lighting memiliki bias kemerahan.
Penari dengan selendang merah hilir mudik masuk dan keluar panggung. Aura yang
tergambar dari pertunjukan ke dua ini adalah seperti kesakitan dan penyesalan
yang tak berhingga. Saat sumpah diucapkan, tarian diakhiri dengan ke-8 penari
berselendang merah melakukan formasi di tengah panggung. Suryana yang merupakan
Putri Runner Up 4 Putri Tari Indonesia tahun 2019 sukses menata legenda ini
menjadi hidup ke dalam sebuah tarian.
BILAH
SINO-NA
Suryani
adalah penata tari di pertunjukan yang terakhir. Menggandeng 6 penari dan
pertunjukan dengan properti paling banyak, dirinya sukses menutup pagelaran
tari ini dengan sempurna.
Terinspirasi dari riwayat sino dengan perjalanan hidup
hingga ketiadaannya di dunia.
Diwujudkan dengan konsep penciptaan tari yang menghadirkan
bingkai sebagai elemen pendukung koreografi.
Rangkaian antar babak menggambarkan kerinduan seorang anak
pada ibu yang telah melahirkannya.
Gerakan
gemulai para penari saat memainkan properti layak diacungi jempol. Gue bahkan
gak sadar kalau mereka semua ini masih mahasiswa, pagelaran tari ini
benar-benar hampir menyamai pekerja seni professional.
Pagelaran
tari ini menjadi semakin menantang untuk mereka bertiga karena turut hadir juga
dosen dan seniman Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Dr. Darmawan
Dadijono, M.Sn sebagai dosen penguji tamu.
Selain
ke tiga penata tari di atas, suksesnya pagelaran tari malam ini menurut Pak
Widi sebagai Kepala Prodi Seni Tari tidak luput dari dukungan berbagai pihak
dan orang di belakang layar yang merupakan mahasiswa yang menjadikan pagelaran
tari ini sebagai ujian mata kuliah produksi.
SALUTE!
Waktu gue ngepost beberapa foto dan
video tentang pagelaran tari ini, banyak banget yang ternyata memiliki antusias
ingin menonton. Mereka selama ini kurang informasi tentang pertunjukan keren
kaya gini. Jadi semoga tulisan gue ini dapat membuka mata dan hati seluruh
pekerja dan penikmat seni di Batam.
Sapa bilang sih jadi pekerja seni
itu gak ada gunanya atau gak ada diminati. Banyak kok diluar sana yang masih
ingin melihat karya-karya anak bangsa yang memukau.
Karena apa?
Kita bisa, muda dan berkarya.
*semacam lirik lagu yaaa :))
GOOD JOB SURYANA, AYU NIRAWATI, dan
SURYANI!
Kalian kereeeeennnnnnnnnnnnnn!
|
Waaaaah, baru tahu ada sarjana seni tari. Kereeen. Semoga banyak karya tarian baru dan mendunia lahir dari mereka. Salute
BalasHapusKeren banget kan kak, Batam makin makin deh sekarang
HapusKeren sekali kampusnya, saya suka dengan kampus yang menghidupkan karya seni mahasiswanya
BalasHapusIyah kak, mesti banyak kampus ginian ada di Batam :3
HapusEh kapan lagi ada pagelaran seni begini Mel? Info-info dong. Mau juga nonton. Keren banget ih.
BalasHapusSiap kalau ada info gini ntr aku infoin yah kakkk
HapusMakasih yah dek inpormasinya... Jarang2 lho Batam ada pertunjukan seni tari seperti ini. #goodjob
BalasHapussama sama ya bang :)
HapusSetiap hal yang diangkat dari Budaya khususnya seni pasti menyenangkan untuk dinikmati. Apalagi seni tari dari Budaya Indonesia yang sangat kaya ya mbak. Dulu saya senang nonton pagelaran seperti ini mbak, sekarang sudah susah kalau bawa anak-anak.
BalasHapusTarian budaya akan selalu menarik untuk dinikmati ya Mbak.
BalasHapusBedewe, di Batam pake bahasanya bahasa Jakartaan juga ta?
Wah keren baru tau loh ada sarjana seni tari, aku salfok sama tema-tema yang diangkat penarinya bener2 budaya Indonesia adpalagi yang pitunang jadi tau ternyata itu ilmu hitam gitu yah :) suka semoga dengan ulasan begini jadi banyak yang tau ya mba..btw salam kenal aku sepertinya baru BW ke sini dan langsung ku follow :)
BalasHapusCakep banget auditorium di kampus ini. Pagelaran tarinya juga bagus. Harus sering-sering bikin acara seperti ini
BalasHapusTahunya selama ini yang ada jurusan seni saja, eh ternyata di Batam sendiri justru ada jurusan khusus seni tari ya. Keren nih acaranya. Kalau ada di Batam juga berasa pengen nonton pegelaran Tarinya apalagi tarif masuk untuk penonton umum juga terjangkau banget ya.
BalasHapusAku juga jarang lihat pagelaran tari dan suka meski gak lihat langsung. Kaya gini tuh lebih sulit dari teater. Karena narinya mereka kan bercerita
BalasHapusBisa di hitung sih berapa banyak saya menghadiri pergelaran tari seperti ini.. amat sangat jarang hiks.. padahal cita cita aku saat kecil ingin jadi penari.. lihat pagelaran tari seperti ini bisa nambah mood positif banget ya mba.. seperti menemukan diri sendiri dalam versi yang lain
BalasHapusWlaau ga ngerti bahasanya yapi kok apik yo makna disetiap tariannya, semoga seni tari ini bisa lebih terkenal lagi sehingga orang banyak tau tentang ini.
BalasHapusAku gak begitu paham soal seni.
BalasHapusTapi suka banget kalau nonton seni budaya tari, apalagi yang ada maknanya begini.
Menajamkan seluruh indera.
Orang seni itu adalah orang yang cerdas dan peka.
Saya paling suka nonton pagelaran seni teatrikal puisi, tarian, nyanyi macam begini. Apalagi temanya budaya tradisional kita/suatu negara. Dulu waktu kecil selalu pengen ikutan, tapi gak kesampean. Terakhir sih anakku yang pernah ikut tampil.
BalasHapusKeren sekali ya pagelaran tarinya, bahkan bisa kolaborasi dengan para mahasiswa sebagai ujian mata kuliah tertentu dengan ikutan pementasan ini. Salut kepada anak muda yang bertekad melestarikan budaya tanah air dengan mengangkat tema-teman lokal ke dalam karya seninya.
BalasHapusSekali aku nonton pagelaran seperti ini pas awal kuliah, karena diajak sama kakak kos. Sejak itu sudah ndak pernah sama sekali sampai sekarang. Membaca dari awal sampai puncak pagelaran yang menjadi intinya makin terhipnotis ikutan merinding juga dengan suasana dan lghting yang ditampilkan. Keren abis y
BalasHapusBaru denger soal Pitunang Gasiang. Pertunjukannya menarik tapi tiketnya cukup murce ya mbak. Hanya org yang menghargai seni nih yang bakal datang ke sini :D
BalasHapusUdah lama banget aku gak nonton pertunjukan seni tari/ teater kyk gtu...
Di Jogja sering ada pagelaran seni dan budaya. Bahkan terakhir kmrn Selasa Wage di Malioboro ada flashmob tari Beksan. Aku seneng kalo ada pagelaran budaya. Keren soalnya
BalasHapusKereenn yaa, harus ciptakan gerakan tari sendiri dan bisa memukau penontonnya.
BalasHapusAnyway, kalau sarjana tari itu gelarnya apa dong, Mbak?